JAKARTA, KOMPAS.com – Universitas Prasetiya Mulya berkomitmen untuk menyiapkan mahasiswanya agar dapat menjadi seorang wirausaha yang kompeten dan inovatif.
Terlebih, saat ini tren perusahaan rintisan atau startup sedang berkembang secara masif di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Melalui program Magister Manajemen New Ventures Innovation (NVI), Universitas Prasetiya Mulya siap berdedikasi membantu mahasiswa yang bercita-cita membangun startup.
Program ini mengajarkan kepada mahasiswa agar mampu memiliki visi bisnis yang punya dampak terhadap masyarakat luas.
Selama menjalani perkuliahan, kampus ini juga memberikan akses terhadap ekosistem kewirausahaan kepada mahasiswa.
Fasilitas pendukung itu dinamakan Innovation Hub, yakni wadah berkumpulnya mahasiswa dengan para mentor yang berprofesi sebagai startup founder, entrepreneur, juga capital venture.
Dengan begitu, mahasiswa mendapatkan pengalaman dan pembelajaran nyata sehingga siap ketika akan memulai bisnis. Mereka juga diharapkan mampu berkembang dan berinovasi setelah lulus.
Salah satu alumnus MM Prasetiya Mulya Maliha Anis Matta yang merupakan angkatan pertama program NVI merasakan betul manfaat dari ilmu yang dipelajari selama perkuliahan.
Maliha bercerita, program NVI mendorong mahasiswa untuk kreatif dan inovatif dalam membuat rencana bisnis selama proses belajar di kelas.
Nantinya, rencana bisnis tersebut bisa dijalankan usai lulus. Bahkan, ilmu yang didapat Maliha selama perkuliahan juga turut membantunya dalam menghadapi pandemi Covid-19. Ia bisa mengimplementasikan ilmu bisnis dari program NVI sehingga bisnisnya bisa beradaptasi dengan situasi sulit.
“Penting sekali, terutama di masa pandemi ini. Saya banyak melihat teman-teman yang lay off tapi justru yang punya usaha bisa survive karena mampu beradaptasi dengan keadaan,” ucap Maliha.
Program NVI, lanjutnya, mengajarkan mahasiswa untuk memiliki kemampuan melihat kesempatan, kreatif, dan inovatif.
Ketiganya merupakan kunci dalam mengembangkan bisnis. Skill itu juga bisa digunakan untuk menemukan solusi mempertahankan bisnis di masa sulit.
Selain ketiga hal tadi, seorang pebisnis, kata Maliha, dituntut pula memiliki mental yang tangguh dan pantang menyerah. Bagaimanapun, membangun bisnis bukan sesuatu yang mudah.
Maliha menceritakan pengalamannya memulai bisnis. Kala itu, ia meluncurkan bisnisnya tepat satu minggu sebelum kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan.
“Saat itu saya merasa bingung dan khawatir, tetapi saya memilih untuk melihat dan membaca kondisi terlebih dahulu. Akhirnya, saya memutuskan membuka marketplace, full secara online. Hasilnya sungguh di luar dugaan dan melebihi ekspektasi,” jelas Maliha.
Keberhasilan tersebut berkat adanya inovasi dan kemampuan membaca situasi. Namun, hal tersebut tak akan berjalan baik tanpa adanya riset mendalam terhadap pasar.
Adapun bisnis yang dimiliki oleh Maliha bernama Binge yang memproduksi camilan sehat, seperti cookies dan brownies dengan beragam varian rasa.
Pemasaran produk ini sendiri dilakukan melalui media sosial ataupun e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee. Untuk pengembangan bisnisnya, Maliha juga membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin menjadi reseller Binge.
Tanggung jawab terhadap pasar
Maliha mengatakan, persaingan bisnis rintisan di Indonesia sangat ketat. Setidaknya, Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 2.000 startup.
Saking ketatnya, banyak perusahaan rintisan harus gulung tikar karena tidak bisa bersaing. Umumnya, startup ini terkendala masalah fundamental, seperti kesulitan mendapatkan sumber pendanaan dan tidak mempunyai modal sosial kuat dalam ekosistem bisnis.
Masalah tersebut, kata Maliha, umumnya bisa terjadi karena salah memilih strategi bisnis. Hal terpenting adalah menentukan bisnis di awal pembentukan startup.
Menurut Maliha, pebisnis pemula tidak harus menghabiskan fokus dan pikiran pada produk yang akan diciptakan.
Agar memiliki value, pebisnis harus memulainya dengan melihat masalah yang terjadi di pasar.
“Harus dicari fokus di market-nya itu apa, seperti masalah apa yang belum terpecahkan dan bagaimana solusinya. Kebanyakan orang berpikir bisa (menciptakan) apa, tetapi lupa jika produknya nanti untuk konsumen bukan untuk diri sendiri,” tegas Maliha.
Kemudian, karena tidak punya strategi marketing yang kuat, pebisnis pemula biasanya memberikan promo atau banting harga demi menarik konsumen.
“Jika terus diberi harga murah, konsumen tidak akan memberikan value pada produknya. Setarakan harga dengan kualitas agar produknya lebih pantas,” papar Maliha.
Menurutnya, para pemilik bisnis harus memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap pasar. Dengan sistem promo yang marak saat ini, justru membuat kondisi pasar menjadi tidak karuan.
“Sudah waktunya konsumen diedukasi. Saya yakin yang teredukasi pasti akan paham ada harga ada kualitas,” tambahnya. Sebagai informasi, Maliha yang bergelar Magister Manajemen Prasetiya Mulya merupakan lulusan dengan predikat The Best in Class untuk program New Ventures Innovation.
Adapun wisuda Sarjana dan Magister Universitas Prasetiya Mulya diadakan pada Selasa (8/11/2020). Dalam tahun ini, Universitas Prasetiya Mulya berhasil meluluskan 1.074 mahasiswa yang terdiri dari tingkat sarjana dan pascasarjana.
Wisuda tahun ini dilakukan secara daring karena adanya pandemi virus Covid-19. Akan tetapi, mereka yang berpredikat lulusan terbaik tetap menghadiri acara secara langsung untuk menerima penghargaan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Kompas.com – 11/12/2020
Leave A Comment