JAKARTA, KOMPAS.com – Minuman kopi susu semakin diminati. Bisnisnya pun semakin menjamur dan pengusaha saling berlomba menyajikan kopi terbaik bagi para konsumen. Salah satu usaha kopi susu yang kini tengah digandrungi oleh masyarakat adalah Kedai Kopi Tuku.
Mungkin masih melekat ingatan pembaca Kompas.com ketika Presiden joko Widodo (Jokowi) dan keluarga berkunjung ke gerai Kopi Tuku yang terletak di Jalan Cipete Raya, Jakarta Selatan ini.
Jokowi pesan “Kopi Susu Tetangga” yang jadi viral. Bahkan, sempat menyerempet ke hal lain bahwa Jokowi berkunjung ke Kopi Tuku dalam rangka memperkuat isu boikot terhadap “Starbucks”, jaringan kedai kopi asal Amerika Serikat (AS). Isu tersebut kemudian dibantah oleh pihak Istana.
Nah, kembali ke Kopi Tuku, dari pengamatan Kompas.com, gerai kopi Tuku yang terletak di Jalan Cipete Raya, Jakarta Selatan, tak pernah sepi dikunjungi pembeli.
Bahkan, tak jarang, pembeli rela mengantre demi mendapatkan satu gelas kopi susu. Redaksi Kompas.com yang menjajal “Es Kopi Susu Tetangga” pun harus rela menunggu hingga lebih dari 1 jam untuk mendapatkannya.
Nah, sosok di balik kopi dengan rasa nikmat tersebut adalah Andanu Prasetyo, sang pemilik bisnis Kopi Tuku. Mari kita simak cerita Tyo, sapaan akrabnya, saat meniti tangga sukses memasarkan kopi susu miliknya.
Tyo bercerita, dia memulai bisnis kopi Tuku dari tugas penelitian semasa kuliah di Prasetiya Mulia Business School. Saat itu, Tyo yang tengah berbisnis distro bersama sang kakak, banting setir jadi penjual kopi susu.
Tyo mengubah distro yang dia dirikan di Cipete menjadi sebuah kafe yang diberi nama, Toodz House.
“Sekitar tahun 2010 atau pas aku kuliah semester 3 membuat riset tentang kopi. Seiring berjalannya waktu, aku jadi ingin mendalami kafe atau kopi terus. Sampai di titik, aku pengin lebih berkontribusi sama sama industri kopi nya,” kata Tyo bercerita kepada Kompas.com, di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, Jumat (1/9/2017).
Kemudian Tyo mengaku sempat menganalisa budaya konsumsi kopi masyarakat saat dirinya tinggal di luar negeri dan Yogyakarta.
Akhirnya dia menemukan fakta bahwa konsumsi masyarakat terhadap kopi, terutama kopi lokal, masih minim. Hal itu pula yang membuat dirinya berpikir bahwa ekspor kopi terus dilakukan.
Melalui temuan inilah, dia mulai berencana membuat toko kopi yang mengangkat biji kopi lokal. Pada suatu kesempatan, sekitar tahun 2015, dia melihat ada sebuah toko kosong di kawasan Cipete.
Tyo memberanikan diri untuk menyewa tempat tersebut dan menjadikannya sebagai toko kopi.
“Ya sudah, aku lihat toko kecil tapi rame apa ya yang bisa aku ubah-ubah konsepnya? Ya sudah dari minuman, harganya, service, layout sudah aku ubah semua ya. Alhamdulillah lancar,” kata Tyo.
Saat membuka Tuku, Tyo tidak menyelenggarakan grand opening. Dia hanya menggelar syukuran dengan memotong nasi tumpeng dan dihadiri oleh masyarakat sekitar.
Selain membuka di Cipete, Tyo juga sempat membuka gerai Tuku di galeri Ruci Art Senopati. Hanya saja, belum sampai setahun beroperasi, Tyo memutuskan menutup gerai Tuku di galeri tersebut dan memindahkannya ke Pasar Santa.
“Konsepnya tidak cocok di sana (Ruci Art). Awalnya aku berpikir, lumayan juga nambah cabang, tapi Ruci nya juga berkembang terus menjadi galeri yang bagus, abang Go-Jek (delivery Go-Food) juga enggak enak kalau bikin berantakan galeri nya kan,” kata Tyo.
Saat gerai Tuku dibuka di Cipete, dia bekerja dibantu oleh dua karyawan. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pengunjung yang menyenangi kopi susu Tuku. Andalannya adalah Kopi Susu Tetangga, perpaduan latte dengan gula aren.
Tyo bercerita, pernah suatu ketika tokonya ramai pengunjung, tak sedikit masyarakat yang membantunya bekerja di toko.
Contohnya menjadi kasir atau melayani pembeli. Sebab, gerai Tuku dibuka awalnya memang diperuntukkan bagi masyarakat atau tetangga sekitar tempat tinggalnya, di Cipete.
“Momen terenak adalah setahun pertama, meski tidak seramai sekarang. Tapi bagaimana aku hadir di sana di tempat kumpul tetangga sekitar, ngobrol-ngobrol sama tetangga, buat aku jauh lebih menyenangkan,” kata pria kelahiran 27 Juli 1989 tersebut.
Saat mendirikan Tuku, tak pernah terbersit niat Tyo untuk mundur atau menghentikan bisnisnya. Hanya saja, dia sudah siap dengan segala rencana lainnya jika dirinya gagal.
Kini, karyawan Tuku telah berkembang menjadi 50 orang. Karyawan itu tersebar di gerai Cipete, Pasar Santa, Bintaro, dan head quarter office di Antasari.
“Bagusnya aku tuh, aku mulai dalam keadaan nothing to lose. Aku cuma berusaha (melakukan) yang terbaik saja, enggak ada ketakutan gimana-gimana,” kata Tyo.
Kompas.com – 07/09/2017
Leave A Comment